Merenungkan Hakikat Diri

Dari tak ada dan kelak kembali menjadi tiada. Lemah, tak mampu berbuat apa-apa tanpa kasih sayang-Nya. Berjalan ke sana kemari membawa kotoran di perut. Diciptakan, ditugaskan, diberikan amanah menjadi khalifah di muka bumi. Dididik, diajari membaca, diajari tentang hal-hal yang ada di dunia yang sebelumnya bahkan tak ada satu pun kosakata tersebut di memori. Diizinkan bernapas, melihat, mendengar, berjalan, memegang, mengecap, dan merasa.

Hanya diri yang bisa menjawabnya, dengan segala niat, perbuatan, sikap yang telah dilakukan. Berbuat dosa setiap hari, diri kadang khilaf menyakiti, melihat sesama dengan prasangka dan rasa iri, melihat benda-benda duniawi dengan rasa ingin memiliki, melihat si lemah dengan sombong nan angkuh.

Tapi dengan itu, apakah Allah lantas menutup pintu tobat? Tidak, Allah selalu menerima tobat kita. Dari sini saja kita harusnya menyadari, betapa Allah sangat menyayangi kita.

Dari lahir, engkau diberi-Nya sepasang insan yang sangat menyayangimu, rela berkorban nyawa untukmu, yaitu orangtuamu. Betapa Allah sangat menyayangimu. Sedari kecil hanya dengan oe... oe... ASI datang. Hanya dengan oe... oe... makanan itu datang. Hanya dengan oe... oe... pelukan lembut itu hadir.

Awalnya manusia tinggal di surga, manusia pertama yang diciptakan oleh-Nya, Nabi Adam. Nabi Adam bersama istri, Siti Hawa, hidup di surga dengan tak perlu bersusah payah. Apa pun keinginan mereka, hanya dengan memikirkannya saja langsung tersaji di hadapan. Hidup dengan bahagia, menikmati makanan, minuman dan segala kemewahan yang tertakdir untuk mereka di dalam surga.

Pada awal penciptaan makhluk yang bernama manusia, ada satu makhluk lainnya yang sangat benci akan hadirnya Adam yang nantinya akan menjadi khalifah di bumi. Kebencian tersebut tergambar dalam keengganannya untuk sujud sebagaimana yang dilakukan oleh para Malaikat setelah mendapat perintah dari Allah. Sujud di sini tentu saja bukan bermakna penyembahan, tetapi penghormatan dan merupakan bentuk taat kepada Allah. Yang terpenting adalah hal tersebut perintah dari Allah Subhanahu wa taala.

Ia dengan angkuhnya merasa lebih baik, sehingga tidak pantas untuk sujud di hadapan makhluk baru yang dirasanya lebih rendah. Sifat yang tak pantas ada dalam diri makhluk, yakni sombong. Dengan kesombongan tadi, ia merasa lebih tinggi derajat, lebih baik kedudukan, dan lebih istimewa. Na'udzubillah. Sehingga tetaplah baginya hukuman. Namun dengan hukuman itu, tak membuat ia tersadar dan menyesali. Bahkan menjadi-jadi dengan meminta permohonan kepada Allah, agar ia diizinkan untuk menyesatkan manusia. Padahal bukankah dari kejadian ini seharusnya ia meminta maaf, mentaubati kesalahannya sebagai makhluk yang tidak menaati Tuhannya?

Di sisi lain, berkacalah kita, manusia, akan kesalahan yang diperbuat oleh kakek kita, Nabi Adam as. Melanggar perintah, dengan memakan buah yang sudah dilarang. Namun, manusia pertama ini menyadari, mengakui, dan memohon ampun atas khilaf yang telah diperbuatnya. Inilah manusia, tak luput dari khilaf, tetapi juga tak lepas dari permohonan ampun dan tobat. Tersadarlah bahwa manusia bukan malaikat yang tak pernah berbuat salah. Namun bukan pula Iblis yang tak mau mengakui kesalahannya.

Setelah melakukan kesalahan memakan buah yang seharusnya tidak dimakan, ia pun mendapatkan perintah turun ke bumi bersama istrinya, Siti Hawa. Dimulailah perjalanan dan perjuangan hidup Nabi Adam dan keturunannya di bumi. Dari yang awalnya hidup tanpa perlu bersusah payah, menuju kehidupan yang diwarnai perjuangan dan usaha. Jika ingin makan, panjatlah pohon dan petiklah buahnya terlebih dahulu. Ketika haus melanda, pergi mencari sumber air dan minum dari sana. Butuh perjuangan dan usaha yang harus dilakukan sebagai ikhtiar hidup di bumi. Mahabaik Allah, dengan ikhtiar tersebut, manusia bisa mendapat pahala jika diniatkan untuk memperoleh rida-Nya. Makan dan minum demi memenuhi kebutuhan tubuh agar mampu bekerja dan beribadah dengan baik.

Jangan lupa. bersamaan turunnya manusia pertama kali ke bumi, ikut serta pula makhluk yang telah berjanji akan menyesatkan manusia hingga akhir zaman, musuh nyata bagi manusia, yakni Iblis. Ia dan anak keturunannya selalu mencoba dan bekerja keras menjerumuskan dan menghalangi manusia dari jalan lurus. Nafsu dan iman yang ada dalam diri manusia menentukan ke arah mana jalan yang dipilihnya. Jika ia condong ke arah nafsu, nafsu akan diwarnai oleh bujuk rayu Iblis. Sedangkan iman akan menuntun manusia ke Shiratal Mustaqim, jalan orang-orang yang diberi nikmat.

Perjuangan manusia di bumi tak hanya agar mendapatkan minum yang enak, makanan lezat hingga tempat tinggal yang nyaman. Namun, perjuangan antara iman dan nafsu. Perjuangan antara yang haq dan bathil. Yang manakah yang menang? Akan menentukan akhir manusia, surga atau neraka. Kembali ke mana kakek manusia berasal, yakni surga ataukah tinggal kekal di neraka bersama musuh abadi.

Tinggal di bumi, memulai peradaban makhluk yang bernama manusia. Menggoreskan sejarah awal kisah kehidupan manusia pertama di bumi. Terselipkan pelajaran yang dapat diambil jika sedikit merenung atas kejadian yang telah terjadi pada generasi-generasi sebelumnya. Mereka memiliki keturunan, perbuatan yang tergolong dosa besar dilakukan oleh keturunan Nabi Adam dan Hawa, pembunuhan pertama kali oleh manusia di atas muka bumi.

Pembunuhan yang terjadi disebabkan rasa dengki dan iri terhadap saudara sendiri. Tampak bahwa penyakit hati yang dibiarkan tumbuh subur dalam hati akan memberi dampak yang luar biasa, hingga menyakiti diri sendiri bahkan orang lain. Yang tersisa hanyalah penyesalan. Dan selalu ingat bahwa sifat demikian yang didorong oleh nafsu, Iblis, dan keturunannya akan selalu berperan.

Tujuan mereka adalah bagaimana manusia terjerumus dan menemani mereka, yang telah memiliki takdir sebagai penghuni kekal neraka. Dan setiap liku kehidupan, proses-proses yang seorang hamba, manusia, jalani di bumi akan selalu dibisiki oleh Iblis dan keturunan-keturunannya. Sekali lagi, pengetahuan akan tipu daya mereka dalam menggoda manusia, perlu diketahui oleh kita. Bukankah dalam melawan musuh, sebaiknya dipelajari dahulu siasat mereka, agar kita dapat melakukan perlawan yang optimal.

Sering kali manusia lengah dan tak menyadari, sehingga jatuhlah mereka ke dalam jebakan Iblis dan keturunannya. Tetapi godaan mereka lemah, hanya mampu membisiki, hasil akhir apakah menuruti bisikan-bisikan tersebut berada di tangan manusia itu. Iman yang akan memberi kesadaran manusia akan bisikan-bisikan jahat yang mulai terasa di hati, tepislah, ucapkan na'udzubillah. Mohon perlindungan kepada Allah.

Dalam setiap jalan yang dipilih, tak lupa untuk meminta petunjuk dari-Nya. Manusia adalah hamba lemah yang takkan mampu berbuat apa pun tanpa izin dari-Nya. Janganlah merasa angkuh berjalan di atas muka bumi. Merasa bangga dengan kecantikan atau ketampanan yang dimiliki, kecerdasan yang memesona setiap diri, hingga tunggangan bagus yang menyilaukan setiap mata. Tidak. Hal-hal tersebut adalah titipan dan ujian bagi seorang hamba. Apakah dengan segala kenikmatan itu akan membuat manusia semakin dekat dan bersyukur kepada Rabbnya ataukah sebaliknya menjadi jauh dan semakin jauh. Pastikan kau ingat, jika semakin jauh dari Allah, kau akan menuju ke jalan penuh kemaksiatan. Jalan mereka yang terbujuk rayu godaan Iblis.

Pernahkah kau sadari, bahkan napasmu saja yang sekarang dapat membuat jantungmu masih berdetak, sehingga kau masih dapat berjalan, duduk, berdiri adalah izin dari-Nya. Tidak ada satupun peranan yang kau buat atas hal itu. Mampukan kau mengatur berapa persen udara yang masuk ke paru-paru, sanggupkah kau mengatur berapa kali jantungmu berdetak dalam 1 menit.

Sumber: Herawati. (2022). Menjadi Hamba yang Dicintai Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Merenungkan Hakikat Diri"