Tak Ada yang Kebetulan

Pagi itu, dengan mengendarai sepeda motor, saya menyusuri jalan yang sama, memperhatikan pemandangan sekitar. Adakalanya menyaksikan kegiatan-kegiatan manusia yang sama setiap harinya, namun sering kali tampak berbeda. Hari itu, daun gugur, jatuh di atas helm dan akhirnya tertangkap oleh tangan. Pagi hari itu, angin bertiup lumayan kencang, membuat serbuk-serbuk bunga dari pohon memenuhi ruas jalan, berwarna kuning. Sesekali teringat musim gugur yang ditonton melalui televisi.

Ada dua musim di Indonesia, yakni musim hujan dan musim panas. Musim hujan, di mana air turun atas izin-Nya membasahi bumi, mengguyur pepohonan, menyirami tanaman dan menyegarkan kehidupan. Musim kemarau di mana tertahannya air turun, menjadikan manusia bersyukur dengan melimpahnya air pada musim sebelumnya serta tidak mubazir dalam penggunaan. Kendatipun kemarau, manusia masih dapat merasakan aliran air dari gunung-gunung.

Namun beberapa tahun terakhir, sering turunnya hujan pada musim kemarau dan hujan tak terlalu sering turun saat musim hujan. Semuanya terjadi atas kehendak-Nya. Karena sejatinya, daun gugur pun atas izin-Nya. Memaknai kehidupan, mensyukuri kejadian, dan menghadirkan takwa. Jalan-jalan raya atau jalan protokol ditanami tanaman hias dengan lebatnya daun, digunting dengan bentuk yang indah. Pohon-pohon besar menjulang tinggi sebagai tempat berteduh bagi yang melintas. Daun-daun yang berguguran setiap hari di jalan tersebut membuatnya tak tampak indah. Namun, ada petugas berbaju oranye yang telah memegang sapu di pagi hari, siap untuk membersihkan. Kejatuhan tiap-tiap daun itu memberikan rezeki bagi petugas berbaju oranye. Dengannya, ia mempunyai pekerjaan dan mencari nafkah.

Suatu hari melintasi jalan raya yang terasa ada perbedaan. Kenapa rasanya lebih terang dan tak seteduh biasanya? Ternyata pohon tadi telah ditebang. Memikirkannya, kenapa ya ditebang, padahal kan enak dapat memberi keteduhan? Hamba di bumi dengan ilmu yang diberikan-Nya, menjaga pohon tadi dengan memperhatikan dan mengamati si pohon. Ternyata, sudah mulai rapuh dan berbahaya jika dibiarkan tetap ada di sana. Apalagi jika diterjang angin kuat, ia akan jatuh menimpa apa yang ada di bawahnya. Penebangan pohon tadi sebagai upaya agar tetap terjaga keamanan. Namun, manusia menyadari satu saja pohon yang hilang, tentu tidak baik juga bagi kelangsungan hidup mereka. Digalakkannya penanaman pohon, tanaman yang tumbang diganti lagi dengan yang baru. Setiap kehidupan ada akhirnya dan akan diganti dengan kehidupan yang lain. Setiap hal ada masanya, ada waktunya.

Menonton televisi, membuka channel berita. Pembaca berita sedang memberitakan kawanan pencuri yang tertangkap oleh warga, digebuki dan akhirnya diamankan oleh kepolisian. Beberapa orang menghujat kawanan tadi. Berbagai macam komentar pedas terlontar. Yah, perbuatan mereka adalah hal yang tidak baik, wajar saja jika orang lain bersifat seperti itu. Dan tidak kita ketahui, apakah pencuri tadi menyesali perbuatannya dan tidak akan mengulangi lagi setelah tertangkap? Namun, jika direnungkan proses tertangkapnya mereka adalah hal yang harus mereka syukuri. Karena itu bentuk cinta-Nya, Allah mengingatkan mereka, ingin mereka kembali lagi ke shiratal mustaqim dan menghindarkan mereka dari bahaya. Jika mereka tidak ketahuan, bisa saja pada suatu hari mereka akan tertembak atau bahkan digebuki lebih parah hingga tak bernyawa dan tidak sempat bertobat. Semoga kita termasuk mereka yang diberi pemahaman.

Mencemaskan rezeki, memikirkan besok makan apa, meributkan pekerjaan yang tak kunjung mapan. Padahal tidakkah kau lihat burung. Mereka terbang pada pagi hari dengan perut lapar dan pulang pada sore hari dengan perut kenyang. Burung tak capek memikirkan apa pun, tak pusing akan uang. Tugas mereka hanya terbang dan Allah yang memberikan mereka rezeki. Hamba mencari nafkah, berikhtiar, tetapi yang memberikan rezeki bukan bos, bukan konsumen, bukan negara, bukan uang. Pernah melihat konglomerat dengan banyak digit pada rekening, harta melimpah. Tapi untuk makan saja susah, dokter melarangnya makan daging dan ayam karena asam. Mau makan yang lain, teringat kolesterol. Ada juga miliarder yang tidur beralaskan tikar, oleh karena saran dokter untuk tidak tidur di atas kasur yang empuk, karena tidak baik untuk tulangnya. Adapula yang hartanya tak terbilang, namun tidurnya sering tak nyenyak dan tak lelap, tersebab insomnia yang diderita. Makan enak itu rezeki, tidur pulas adalah rezeki, keluarga harmonis termasuk rezeki, yang menentukan rezeki itu Allah.

Pernahkah manusia berpikir, napas yang hadir, makanan yang masuk setelah melewati mulut tak ada sedikit pun kita terlibat. Sistem yang sudah ditetapkan Allah, manusia sudah diberi kemewahan. Seorang hamba hanya mampu berikhtiar dengan memasukkan makanan ke dalam mulut. Selebihnya kita sudah tidak punya andil di dalamnya. Makanan tersebut melewati kerongkongan, masuk ke dalam perut, lambung dan usus, dicerna dengan baik lalu terpisah, ada yang menjadi nutrisi diserap oleh tubuh dan adapula berakhir sebagai kotoran dan air seni.

Belajar biologi di sekolah, guru menjelaskan tentang ekosistem kemudian diperkenalkan dengan makhluk yang disebut pengurai atau dekomposer. Makhluk kecil yang hidup di tanah, dan kadang tak tampak kasatmata karena begitu halusnya. Sering kali hadirnya tak begitu diperhitungkan bahkan jika saja tidak ada dalam pelajaran biologi di sekolah, manusia-manusia tidak mengetahui keberadaannya. Dari bentuk kecil, tinggal di tanah, perannya begitu besar bagi kelangsungan makhluk hidup di bumi. Ia yang membantu menguraikan berbagai macam kotoran yang ada di muka bumi. Ia yang diberi izin untuk membersihkan pembuangan-pembuangan manusia, dari limbah pabrik dan lain-lain. Ia juga berperan dalam proses pembuatan pupuk, sehingga dapat menyuburkan tanah, pohon berbuah banyak dan buahnya dipetik manusia.

Bumi berputar pada porosnya, fenomena ini dikenal dengan nama rotasi bumi. Dengan sebab rotasi bumi, maka terjadilah siang dan malam dan adanya pembagian zona waktu. Bumi berputar mengelilingi matahari yang disebut revolusi. Dengan revolusi bumi diizinkan adanya perbedaan lama waktu siang dan malam serta perubahan musim.

Matahari terbit di sebelah timur dan terbenam di sebelah barat. Saat terbitnya matahari, makhluk hidup di bumi dapat merasakan kehangatan, mampu melihat keindahan sekitar, mengeringkan baju yang basah, seorang hamba mendapatkan vitamin D dari berjemur, proses fotosintesis berjalan dengan baik, manusia bisa bekerja. "Dan adalah karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, agar kamu beristirahat pada malam hari dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya." (QS. Al-Qasas: 73)

Panas matahari membantu proses penguapan air, sehingga menguap dan terjadi evaporasi. Uap air mengalami pendinginan saat memasuki lapisan yang lebih tinggi berubah menjadi titik air. Setelah itu, titik air akan membentuk awan dan selanjutnya terjadi hujan.

Terbenamnya matahari berarti malam sudah datang. Waktunya manusia beristirahat. Kita kembali ke rumah, berhenti sejenak dari segala aktivitas di luar rumah, bercengkerama dengan anggota keluarga, bercerita kejadian-kejadian menyenangkan yang terjadi pada hari itu. Matahari menampakkan diri dan menghilang sesuai dengan perintah-Nya.

Berbagai macam jenis gas yang ada di bumi. Tak pernah manusia keracunan dan salah menghirup gas. Siapa yang mengatur? Betapa sempurnanya pengaturan Allah. Oksigen yang dibutuhkan manusia, diberikan secara gratis dan cuma-cuma. Dan kita tidak berebut dengan tumbuhan, mereka malah melepaskan oksigen dan membutuhkan karbondioksida, kebalikan dari manusia.

Langit sebagai atap dan gunung sebagai tiang. "Maka tidaklah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya, dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun?" (QS. Qaf: 6)

"Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atas gunung-gunung yang kokoh, dan kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah." (QS. Qaf: 7)

Masing-masing memiliki tugas yang telah ditetapkan Allah. Semua itu adalah kehendaknya, sistem yang dikenal sebagai sistem tata surya pun terjadi atas izin-Nya.

Rasa lapar yang menyapa, menjadikan makanan terasa enak. Bukankah jika tak ada rasa lapar, makanan yang lezat pun, tak lagi menggugah selera. Dahaga yang meminta-minta air, membuat air begitu menyegarkan. Tidakkah jika tak ada rasa haus, air yang beraneka warna dan rasa disertai dingin batu es pun menjadi biasa saja. Kelelahan yang hinggap di diri, menjadi penyebab enaknya tidur. Ketika tidur seharian, bangun, tidak melakukan apa pun, tidak ada rasa lelah yang hinggap akan sulit untuk memejamkan mata kembali.

Tawar dan asinnya air berada dalam tempat yang sama tetapi tak menyatu. "Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak tembus." (QS. Al-Furqan: 53). Terdata dalam buku pelajaran, ada ikan air tawar dan ada ikan air asin. Hewan dan tumbuhan hidup di laut, diberikan organ pernapasan yang memungkinkan mereka tinggal di sana. Beda halnya dengan manusia, tempat tinggalnya adalah daratan, bernapas dengan paru-paru.

Adapula hewan yang tertakdir sebagai makhluk darat. Ayam, makhluk hidup yang tak pernah ada habisnya, begitupun telur ayam. Hampir seluruh penduduk bumi makan olahan ayam, berbagai restoran dan rumah makan sampai lamongan menyediakan ayam sebagai menu utama. Tak pernah manusia kekurangan pasokan ayam untuk diolah. Syukuri nikmat itu, Allah memenuhi kebutuhanmu.

Harga daging melonjak tinggi, bahkan perkilogramnya hampir menyentuh angka ratusan ribu rupiah. Tak setiap hamba mampu merasakan nikmatnya olahan daging. Diberikanlah Idul Adha, hari raya kurban. Pada hari tersebut, hamba yang sedang berada di Mekah menunaikan rukun haji termasuk berkurban. Kita yang berada di sini juga berkurban. Darinya tersirat makna, jangan terlalu mencintai hal-hal keduniaan dan kita diajarkan untuk berbagi. Membagikan daging-daging kurban kepada mereka yang kurang mampu. Melakukan tugas sebagai seorang hamba, melaksanakan perintah-Nya.

Berlayarlah kapal di atas laut, mengarungi samudera yang luas. "Allah-lah yang menundukkan laut untukmu agar kapal-kapal dapat berlayar di atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur." (QS. Al-Jasiyah: 12)

"Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir." (QS. An-Nahl: 11). Memanen hasil kebun, memetik buah dari pohon, menyantap bersama keluarga. Kenikmatan yang tiada tara. Ada beberapa buah yang bisa dinikmati sepanjang tahun, maksudnya ia selalu berbuah tidak kenal musim. Tetapi adapula, yang berbuah beberapa kali dan bahkan sekali dalam setahun. Salah satunya seperti buah mangga.

Ada kisah yang dapat kita petik hikmahnya. Sebuah pohon mangga, yang tidak berhenti berbuah, bahkan buahnya sangat banyak. Hingga pada suatu hari, kerabat pemilik rumah tersebut bingung. Kenapa ya, buah mangganya tidak berhenti berbuah berbeda dengan pohon mangga pada umumnya? Pemilik rumah tersebut pun bercerita, bahwa setengah pohon mangganya berada di pekarangan rumah dan setengah lagi hasilnya bisa dipetik oleh orang sekitar. Tuan rumah tadi menginfakkan setengah hasil panen mangga yang berada di luar pekarangan rumah bagi orang lain. Masya Allah. Di sanalah berkah, Maka pohon itu pun tak berhenti menghasilkan buahnya.

Sumber: Herawati. (2022). Menjadi Hamba yang Dicintai Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Tak Ada yang Kebetulan"