Tiada Daya dan Upaya
Mari kita kembali becermin terhadap generasi terbaik umat ini, yakni Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar, sahabat kecintaan Nabi, yang rela menemani Nabi saat dikejar oleh kaum kafir Quraisy, menemani dan melindungi Rasulullah saat berada di dalam gua yang gelap, penuh hewan yang beracun, Gua Tsur. Beliau dianugerahi harta dan kekayaan, yang dengan harta itu beliau sedekahkan di jalan Allah, bukan sepertiga, tidak separuh melainkan seluruh harta.
Lalu Umar Bin Khaththab, pria gagah perkasa. Yang dengan keislamannya, membantu dakwah Islam. Beliaulah seseorang yang dengan kelebihan kekuatan fisiknya lantang berkelahi dengan kaum kafir. Bagaimana setelah masuk Islam? la dengan berani berteriak lantang, mengajak berduel kaum kafir, keberaniannya tertulis dalam tinta sejarah. Ia adalah Al Faruq dan seorang pemimpin yang dikenal karena ketegasannya.
Setelahnya adalah Utsman Bin Affan, seorang pria keturunan bangsawan dan kaya raya. Sangat pemalu perangainya. Lalu ada Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah dan juga suami Fatimah. Ceria dan humoris perangainya. Mereka berperan, terlibat, dan mewakafkan diri dalam Islam dengan warna mereka sendiri. Yang dengan kekayaannya itu dipergunakannya untuk bersedekah.
Kembali ke zaman di mana kita hidup. Yang sudah ditinggal Rasulullah. Namun, Rasulullah meninggalkan dua hal sebagai pedoman dalam hidup agar kita selalu berada di jalan yang lurus, Shiratal Mustaqim, Al-Qur'an dan hadis. Zaman yang tentu saja berbeda dengan masa di mana Rasulullah hidup. Tiap masa ada tantangannya, ada spesialnya. Masa ini di mana fitnah dengan cepatnya menyebar hanya dengan satu ketikan jari jemari, dengan terpajangnya foto diri, melalui prasangka buruk yang tersebar luas dari media sosial, pergerakannya halus bahkan sering kali tak disadari.
Jagalah dirimu dan keluargamu dari fitnah tersebut. Di balik banyaknya kemaksiatan yang terjadi, di sana pasti ada secercah cahaya untuk kita selalu ber-amar makruf nahi mungkar. "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali 'Imran: 104)
Melihat beberapa tahun ke belakang, mengenakan jilbab panjang merupakan hal aneh terlebih bagi penggunaan cadar. Tetapi lihatlah sekarang, begitu banyak mereka yang menggunakan jilbab panjang. Para pejuang Islam bermunculan ke permukaan, pemuda-pemudinya. Mereka membentuk komunitas dakwah, mengadakan kajian rutin, bergerak membantu sesama, saling mengingatkan dalam kebaikan. Media sosial yang kepopulerannya sangat meningkat mampu membuat seseorang menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menatap layar handphone.
Media sosial dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah dan bermunculan ide, "Bagaimana jika dakwah digital?" kata mereka. Kemudian berseliweran quote-quote, motivasi, kata-kata nasihat, kartun-kartun yang mengingatkan agar berbuat baik serta video kajian pendek. Tahukah kalian, bahwa seseorang yang sering melakukan maksiat sekalipun, pasti terbesit di hatinya keinginan untuk melepaskan diri dari hal tersebut.
Orang-orang seperti mereka jarang yang ingin ikut ke majelis taklim atau pengajian. Nah, dakwah kaum muda dalam pergerakan mereka melalui media sosial akan dapat menyentuh mereka, mengetuk hati. Sedikit-sedikit bergeser dari yang awalnya mengikuti komunitas kurang baik. Perlahan-lahan berpindah ke komunitas hijrah ataupun komunitas anak muda yang sering ikut kajian dan lain-lain.
Indahnya cinta, indahnya kepedulian dalam Islam. Saat menolong saudara, bukankah sebenarnya kita sedang menolong diri sendiri. Bahkan, dalam berdoa, saat mendoakan kebaikan untuk orang lain, doa yang baik tersebut akan kembali pada si pemilik doa.
Seorang hamba, yah kita adalah hamba. Selalu berdoa menjadi hamba yang disayangi-Nya bukan hamba yang dimurkai-Nya. Karena sesungguhnya Rahmat Allah mendahului murka-Nya. Siapa itu hamba? Sadarkah kau tanpa izin dari-Nya, kau takkan bisa berbuat apa-apa. Mata yang diberi amanah untuk melihat, telinga diberi izin dapat mendengar suara, mulut mampu berbicara, hidung dapat mencium aroma, kaki untuk berjalan dan berlari, tangan dan jari digunakan untuk menulis, memegang, mempermudah kegiatan sehari-hari. Otak yang berfungsi dalam berpikir, lidah mampu mengecap rasa manis, pahit, asin, dan asam bahkan hati yang dengannya manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Tidakkah kadang kita bertafakur. "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.'" (QS. Ali 'Imran: 191)
Menghitung sejenak nikmat Allah walaupun takkan mampu diri ini menghitungnya. Saat mulai bangun tidur, mengucap alhamdulillah, segala puji bagi Allah, masih diberi izin menghirup udara pada pagi hari, tangan yang masih diberi izin bergerak dan kita dapat untuk merenggangkan badan setelah tidur. Badan yang masih sehat, pinggang masih mampu untuk duduk, duduk sebentar setelah bangun tidur untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih melekat pada mata, berjalan keluar dengan kaki yang masih bisa berfungsi dengan baik.
Sumber: Herawati. (2022). Menjadi Hamba yang Dicintai Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Posting Komentar untuk "Tiada Daya dan Upaya"
Posting Komentar