Bentuk Cinta-Nya

Betapa besar cinta Allah kepada makhluk dan hamba-Nya yang bernama manusia. Diberinya kedua orangtua, yang dengan ke beradaan mereka, kau merasakan asuhan, perhatian, serta bimbingan. Semua itu atas izin Allah. Ya, rasa cinta kedua orangtua yang besar terhadap anaknya terjadi atas izin-Nya. Melalui mereka, Allah beri perlindungan dan naungan. Sebagai bayi yang tiada daya, yang bisanya hanya berbaring. Bahkan ingin berbalik badan ke kanan dan ke kiri saja harus dibantu. Tak perlu ikhtiar apa pun, makanan datang, minuman hadir, pelukan hangat menyapa, hingga belaian lembut tiba.

Pernah kau menginginkan sesuatu tetapi belum terwujud? Yakinlah bahwa itu pasti untuk kebaikanmu. Hanya saja kita yang belum tahu. Pengetahuan itu datang setelah kejadian. Kita ini ibarat anak kecil yang tidak mengetahui apa-apa. Anak kecil berumur 5 tahun ingin mengendarai motor seperti orangtua atau kakaknya. Orangtua diberi kemampuan memadai untuk membeli motor tersebut. Apakah orangtua membelikan motor yang diinginkan oleh anaknya yang baru saja berusia 5 tahun? Tentu saja tidak, bukan. Karena mereka tahu, anaknya belum mampu mengendarainya dan hal itu akan mencelakainya kelak. Tidak dipenuhinya keinginan kita, apakah berarti tidak sayang? Malah sebaliknya, sangat sayang kepada kita. Oleh karena itu, keinginan kita tidak dipenuhi. Dan mungkin diganti yang lebih baik lagi.

Allah lebih sayang hambanya dibanding sayang orangtua kepada anaknya sendiri. Yang perlu kita ingat adalah "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)

Ada seorang pelajar yang lulus SMA tahun 2007. la sudah memiliki cita-cita ingin menjadi seorang perawat. Keinginannya begitu kuat hingga saat orangtuanya menanyakan ingin kuliah di mana, ia dengan mantap menjawab Politeknik Kesehatan jurusan perawat. Orangtua pelajar ini memberikan kesempatan padanya untuk mengikuti passion-nya, tetapi menyarankan agar tidak megambil pilihan pada satu kampus saja. Harus ada pilihan lainnya sebagai cadangan. Si anak menyetujui dengan pilihan kedua adalah salah satu universitas negeri di kotanya pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dan anak ini hanya memilih jurusan yang disukai semasa SMA, yaitu Bahasa Inggris sebagai pilihan pertama di antara tiga pilihan jurusan yang bisa dipilih saat akan mengikuti tes masuk.

Ujian seleksi masuk pun tiba dengan tes perawat terlebih dahulu. Saat menunggu pengumuman dari Politeknik Kesehatan, ujian masuk perguruan tinggi negeri satunya juga dimulai. Setelah selesai melaksanakan kedua ujian pada tempat dan waktu berbeda tadi, remaja ini dengan berdebar-debar menunggu hasil. Tentu saja yang sangat diharapkan kelulusannya adalah jurusan keperawatan yang sangat diimpikannya. Hasil pengumuman Politeknik Kesehatan tersebut lebih awal dibanding tes universitas yang satunya. Pengumuman hasil ujian menyatakan bahwa pelajar itu tidak lulus. la menerima hasil tersebut walau ada sedikit kesedihan yang menggelayut di hati, bagaimanapun itu jurusan kuliah yang diidamkannya. Berselang beberapa minggu, pengumuman kelulusan universitas negeri pun akan diumumkan. Pada saat itu tentu saja berbeda dengan zaman sekarang, yang mana akses internet bisa dengan mudah terjangkau bahkan hanya di genggaman tangan, yaitu ponsel.

Pada tahun 2007, orang-orang sudah mengenal ponsel, tetapi belum secanggih sekarang, hanya sebatas untuk menelepon, SMS, berjenis poliponik, foto, serta game. Nama-nama peserta yang lulus akan dimuat pada surat kabar esok paginya. Namun, sehari sebelumnya sudah di-share melalui web. Tetapi untuk akses internet, bisa dicapai dengan hanya pergi ke warnet, itu pun baru keluar hasilnya pada malam hari. Alhamdulillah, abang terman si pelajar tadi sedang berada di warnet dan ingin mengecek hasil tes adiknya dan si pelajar tadi yang notabene adalah sahabat si adik. Teman pelajar tadi pun menelepon, menanyakan nomor ujian. Tak berapa lama, ia kembali menelepon dan memberitahukan bahwa pelajar tadi lulus dengan kode jurusan yang lulus adalah sekian... sekian. Pelajar tadi mengecek kembali kode tersebut termasuk jurusan yang mana, ternyata ia lulus pada pilihan pertama yakni, Bahasa Inggris. Bahagia dan haru dirasa, hingga ia berjingkrak-jingkrak. Tetapi masih seolah belum yakin, ia pun masih berdebar-debar menanti surat kabar lokal kotanya yang terbit pada esok harinya.

Sudah standby pada pagi hari di teras rumah, bersiap berangkat menuju ke penjual koran terdekat. Namun, diingatkan orangtua, bahwa masih terlalu pagi, mereka belum berjualan. Sabar menanti dengan hati masih harap-harap cemas. Akhirnya, koran tersebut dibeli, membuka lembaran pengumuman, mencari nama dan kode ujian di antara banyaknya nama, diteliti satu persatu. Alhamdulillah, nama dan kode ujiannya tertulis di sana. Resmilah ia diterima pada universitas negeri tersebut. Pelajar tersebut sudah mendapat panggilan mahasiswa. Hari-hari dilalui di kelas bersama teman- teman lainnya. Kemudian, ia mulai mengajar les dan melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL), mata kuliah wajib yang harus dipenuhi calon guru. Mahasiswa ini pun merasakan sesuatu yang luar biasa pada saat mengajar. Ada perasaan bahagia saat bisa memberikan ilmu untuk peserta didik. Padahal, sebelumnya, guru adalah profesi yang hampir tidak pernah ia bayangkan, dan ia memilih jurusan Bahasa Inggris hanya karena suka pada pelajaran tersebut. la bahkan tak sadar bahwa lulusan dari fakultas tersebut akan menjadi guru Bahasa Inggris.

la merasa bersyukur tidak lolos pada jurusan di Politeknik Kesehatan dan Allah telah menetapkan padanya jalan yang sekarang ia jalani. Allah Mahatahu yang terbaik bagi kita sedangkan kita tak tahu. Selalu berdoa agar dibimbing-Nya dalam setiap pilihan yang kita buat.

la kemudian bekerja pada salah satu sekolah Islam yang ada di kotanya. Di sekolah ini, banyak sekali pengalaman yang ia dapatkan, kepemimpinan, menghandle sebuah acara dan lain- lain. Termasuk salah satunya, ia berkenalan dengan salah satu organisasi Muslimah. Padahal, selama sekolah hingga kuliah, ia bukan termasuk anak yang aktif dalam organisasi. Pada organisasi ini, la mendapat teman-teman yang memiliki mindset berbeda, memberikan pengalaman yang baru kembali. Qadarullah, melalui perantara teman yang ada dalam organisasi itu, ia mendapat info tentang penerimaan mahasiswa Ma'had Bahasa Arab. Bismillah, ia mendaftar. Di sana, begitu masya Allah, ia berkenalan dengan teman-teman yang memberinya ilmu bermanfaat, sesuatu hal yang baru ia dapatkan, yakni ukhuwah, Rasulullah saw, bersabda Seorang muslim itu adalah saudara muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzalimi dan meremehkannya dan jangan pula menyakitinya." (HR. Ahmad, Bukhari, dan Muslim). Persahabatan yang didasari kecintaan kepada Allah. Saling mencintai karena Allah. Walau sudah tidak bertemu, tetapi hati tetap bertaut Itulah ukhuwah. Tiada prasangka mewarnai hubungan, yang ada pemakluman terhadap kondisi dan situasi seorang sahabat. Tidak harus sang sahabat menceritakan segala hal tentangnya tetapi melihat sahabat senang dan sehat, sudah membuat diri bahagia. Mendoakan kebaikan untuknya sebagaimana yang kita inginkan untuk diri sendiri. Rasulullah saw., bersabda, "Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, Dan bagimu juga kebaikan yang sama." (HR. Muslim). Allah tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.

Berdasarkan kisah pelajar tadi, ia menjadi mahasiswa kemudian berprofesi sebagai seorang guru, ia berproses, semakin dekat dengan- Nya, semakin mengenal Rabbnya, mempelajari risalah yang dibawa nabi-Nya, dan menyebarkan ilmunya. Pentingnya ilmu adalah saat dibagikan kepada sesama. "Barang siapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." (HR. Muslim)

Mengetahui hakikat penciptaan yang sebenarnya, jika dulu tujuan kita hanyalah sebatas materi duniawi saja. Belajar agar pintar dan menjadi juara kelas, kuliah agar mendapat ijazah dan dapat melamar pekerjaan, membuka usaha supaya menjadi kaya, menjadi seseorang yang sukses agar terkenal dan dikagumi keluarga. Tujuan sejati tak hanya sebatas itu saja, jadilah pribadi yang sudah selesai dengan diri sendiri. Bermakna, setiap hal yang dicari tujuannya adalah rida-Nya. Semua hal tersebut, menjadi pengusaha kaya, menuntut ilmu, dan lain-lain hanyalah kendaraan yang mengantarkanmu memperoleh tujuan hakiki dari penciptaanmu di dunia ini. Ingatlah, manusia itu adalah Abdullah dan Khalifatullah. Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat: 56). Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah: 30)

Terkadang manusia sadar bahwa Allah menyelamatkannya setelah peristiwa atau suatu kejadian terjadi. Berucaplah mereka, Alhamdulillah, 'untung saja tidak jadi begini, begitu ya,' 'aduh hampir saja', 'kalau saja tadi aku pergi pasti bakal kena kejadian ini itu,' dan lain sebagainya. Hanya tinggal bagaimana sensitivitas hati merasakan. Ada yang mengucap syukur sambil memahami keadaannya, ada yang hanya berucap syukur tapi tak mengambil hikmah apa pun, tiada yang dipelajarinya.

Sensitif atau tidaknya hati atau kalbu tergantung pada kedekatanmu dengan Allah. Hal itu disebabkan oleh amal ibadah dan kemaksiatan. Hatinya akan senantiasa sensitif merasakan tanda-tanda dari Allah, jika setiap waktu dalam hidup diisi dengan amal ibadah dan jauh dari kemaksiatan. Begitupun sebaliknya, hati akan keras dan susah merasakan sesuatu yang datang dari Allah jika sudah terbiasa dipenuhi dengan kemaksiatan.

Para salaf, generasi yang hidup di zaman dahulu saking dekatnya dengan Allah, akan mengetahui. Jika sudah mulai susah dalam beribadah atau terlewat tahajud, itu berarti ada maksiat yang sudah dilakukannya. Walau perbuatan maksiat itu tidak dilakukan dengan sengaja atau mungkin hal tersebut dirasa biasa bagi umat sekarang ini. Tetapi begitu kuatnya iman, ia segera tahu ada sesuatu dan mencari tahu apa sebabnya. Ternyata karena setiap hari sebelum ke masjid, ia melewati pasar. Tahulah ia sebabnya, besoknya ia memutar jalan agak jauh demi tidak melewati pasar tersebut. Setelah itu dilakukannya, ia kembali mudah dalam melakukan ibadah.

Jadi kawan, beratnya diri untuk bangun tahajud, susahnya untuk mengaji, bisa jadi karena ada perbuatan-perbuatan maksiat yang mungkin tak kita sadari, sehingga kita susah untuk beribadah. Untuk umat yang hidup di zaman sekarang, perbuatan maksiat dapat terjadi hanya dengan berada di kamar. Yakni dengan ponsel yang sekarang ini sudah menjadi barang pokok, tak dapat dilepaskan sebentar saja. Bangun tidur cek WhatsApp, Instagram, TikTok, Telegram, Facebook, demikian pula sebelum tidur. Tak terasa waktu berjam-jam dihabiskan untuk melihat status orang lain. Belum lagi, jika membuka tontonan yang seharusnya tidak boleh dilihat pada channel YouTube. Jika sudah terlalu sering menghadap layar, lama-kelamaan, tangan akan mengetik kata-kata di kolom komentar dan kadangkala mengandung ujaran kebencian. "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya." "(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri." "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." "Dan datanglah sakratulmaut dengan sebenar- benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS. Qaf: 16-19)

Ponsel bagai pisau bermata dua. Pada satu sisi dapat digunakan untuk menyampaikan kebaikan namun di sisi lainnya menjadi sarana memupuk dosa. Hal itu tergantung pada penggunanya. Bukankah hal ini fakta adanya, seseorang yang ponselnya tertinggal rela balik lagi untuk mengambilnya sedangkan untuk barang-barang lain belum tentu.

Ada pesan yang datang sebagai pengingat, untuk diri kita bersama. Yaitu, hitung berapa banyak waktu yang dihabiskan membuka WhatsApp dan hitung waktu yang dihabiskan membuka aplikasi Qur'an di ponsel. Salah satu giat menekan nafsu yang mengajak pada hal sia-sia, yakni sebelum membuka WhatsApp, buka dahulu aplikasi Qur'an, bacalah. Niscaya, akan berkurang waktu untuk sekadar membaca hal tak penting. Apalagi di grup- grup, yang isinya gibahan sekelompok orang. Iman itu naik turun, saudaraku. Jika dipupuk dengan amal, akan meningkat dan jika terlalu sering melakukan maksiat akan menurun. Jagalah ia, karena ia yang akan mengantarkanmu memilih jalan yang diridai Allah.

Sumber: Herawati. (2022). Menjadi Hamba yang Dicintai Allah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Posting Komentar untuk "Bentuk Cinta-Nya"